A). Peranan dan fungsi bahasa Indonesia
1. Peranan dan Pentingnya Bahasa Indonesia dalam Konsep Ilmiah
Secara umum pengertian bahasa adalah sebagai alat komunikasi antara manusia satu dengan yang lainnya berupa simbol atau bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Tujuan dari bahasa itu sendiri adalah menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa juga memiliki beberapa fungsi. Diantaranya fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi-interaktif dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Setiap daerah atau negara memiliki bahasanya masing-masing. Tak terkecuali negara Indonesia. Pada ikrar ketiga sumpah pemuda tanggal 27 oktober 1928 yang berbunyi: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Dalam ikrar tersebut dapat diartikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Dengan demikian ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional, sesuai dengan Sumpah Pemuda 1928, dan kedua bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Bahasa sangat penting dalam penulisan ilmiah, karena bahasa sering diartikan sebagai tulisan yang mengungkapkan buah pikiran sebagai hasil dari pengamatan, tinjauan, penelitian yang seksama dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu, menurut metode tertentu, dengan sistematika penulisan tertentu, serta isi, fakta, dan kebenarannya dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Bentuk-bentuk karangan ilmiah identik dengan jenis karangan ilmiah, yaitu makalah, laporan praktik kerja, kertas kerja, skripsi, tesis, dan disertasi.
Dalam penulisan ilmiah kita harus sebaik mungkin menggunakan bahasa. Berikut aturan menggunakan bahasa dalam penulisan ilmiah :
1. Dalam hal penggunaan ejaan. Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dalam kaidah tulismenulis yang distandarisasikan; yang meliputi pemakaian huruf, penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.
2. Dalam hal penulisan kata. Baik kata dasar, kata turunan, bentuk ulang, kata ganti, kata depan, kata sandang, maupun gabungan kata.
3. Dalam penggunaan partikel lah, kah, tah, pun. Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: Pergilah sekarang! Sedangkan partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Contoh: Jika engkau pergi, aku pun akan pergi. Kata-kata yang sudah dianggap padu ditulis serangkai, seperti andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, walaupun, meskipun, sekalipun.
4. Dalam hal pemakaian Ragam Bahasa. Berdasarkan pemakaiannya, bahasa memiliki bermacam-macam ragam sesuai dengan fungsi, kedudukan, serta lingkungannya. Ragam bahasa pada pokoknya terdiri atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan terdiri atas ragam lisan baku dan ragam lisan takbaku; ragam tulis terdiri atas ragam tulis baku dan ragam tulis takbaku.
5. Dalam penulisan Singkatan dan Akronim.Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan jabatan atau pangkat diikuti tanda titik. Contoh: Muh. Yamin, S.H. (Sarjana Hukum ). Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Contoh: dll. hlm. sda. Yth. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda titik. Contoh: DPR GBHN KTP PT. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Contoh: ABRI LAN IKIP SIM. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital. Contoh: Akabri Bappenas Iwapi Kowani.
6. Dalam penulisan Angka dan Lambang Bilangan. Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut. Contoh: Abad XX dikenal sebagai abad teknologi. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua
kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang dipakai berturut-turut. Contoh: Ada sekitar lima puluh calon mahasiswa yang tidak diterima diperguruan tinggi itu.
7. Dalam pemakaian tanda baca. Pemakaian tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik dua (:), tanda titik koma (,), tanda hubung, (-) tanda pisah (_), tanda petik ("), tanda garis miring, (/) dan tanda penyingkat atau aprostop (').
8. Dalam pemakaian imbuhan, awalan, dan akhiran.
Selain harus memperhatikan faktor kebahasaan, kita pun harus mempertimbangkan berbagai faktor di luar kebahasaan. Faktor tersebut sangat berpengaruh pada penggunaan kata karena kata merupakan tempat menampung ide. Dalam kaitan ini, kita harus memperhatikan ketepatan kata yang mengandung gagasan atau ide yang kita sampaikan, kemudian kesesuaian kata dengan situasi bicara dan kondisi pendengar atau pembaca.
2. Fungsi Bahasa Indonesia dalam Konsep Ilmiah Sebagai Alat untuk Menyerap dan Mengungkapkan Hasil Pemikiran
Peranan bahasa Indonesia dapat dilihat saat seseorang berbicara ataupun menulis untuk menggungkapkan hasil pemikiran. Susunan kata-kata atau kalimat yang digunakan tidak mungkin keluar begitu saja tanpa aturan. Kita harus memilih kata-kata dan menyusun kata-kata tersebut sesuai dengan aturan dalam Bahasa Indonesia. Aturan-aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa disebut Tata Bahasa. Penggunaan Tata Bahasa yang tepat, akan mempermudah pendengar atau pembaca yang menyimak kita untuk mengerti, memahami, dan menyerap maksud dari pemikiran kita.
Bahasa pada dasarnya lebih dari sekadar alat untuk menyampaikan informasi, atau mengutarakan pikiran, perasaan, atau gagasan, karena bahasa juga berfungsi:
a). Untuk tujuan praktis: mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari.
b). Untuk tujuan artistik: manusia mengolah dan menggunakan bahasa dengan seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.
c). Sebagai kunci mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain, di luar pengetahuan kebahasaan.
d). Untuk mempelajari naskah-naskah tua guna menyelidiki latar belakang sejarah manusia, selama kebudayaan dan adat-istiadat, serta perkembangan bahasa itu sendiri (tujuan filologis).
Menurut para ahli budaya, karena bahasalah kita dapat membentuk diri sebagai makhluk berakal, berbudaya, dan berperadaban. Dengan bahasa, kita membina hubungan dan kerja sama, mengadakan transaksi, dan melaksanakan kegiatan sosial dengan bidang dan peran kita masing-masing.
Dengan bahasa kita mewarisi kekayaan masa lampau, menghadapi hari ini, dan merencanakan masa depan. Jika dikatakan bahwa setiap orang membutuhkan informasi itu benar.
Jadi peranan bahasa Indonesia dalam konsep ilmiah sebagai alat untuk menyerap dan mengungkapkan pemikiran adalah dimana fungsi Bahasa Indonesia itu sendiri sebagai alat komunikasi terlihat jelas untuk mengungkapkan apa saja yang kita pikirkan sehingga orang lain bisa mengerti apa yang kita maksudkan. Karena tidak mungkin seseorang dapat mengetahui apa yang kita sampaikan kalau tidak kita ungkapkan dengan lisan. Sedangkan yang dimaksud peran sebagai alat untuk menyerap adalah kita dapat mengerti apa yang dikatakan oleh lawan bicara atau tulisan yang ditulis.
3. Menunjukkan Rasa Wajib Pada Diri Sendiri Terhadap Pemakaian Bahasa Indonesia.
Sejak kali pertama diproklamirkan pada Sumpah Pemuda 1928 pada butir ke 3 yaitu “Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia”. Dari kutipan tersebut mengartikan bahwa Bahasa Indonesia memiliki kedudukan istimewa.
Pepatah lama mengatakan, “Bahasa menunjukkan bangsa.” Sepintas, peribahasa ini terlihat sangat sederhana, tetapi sesungguhnya memiliki makna yang sangat luas. Bahasa, dalam bentuk tuturan atau ucapan, sering menjadi petunjuk utama dalam pengidentifikasian seseorang
Dari kutipan tersebut juga sudah jelas bahwa cara masyarakat menggunakan bahasa menunjukkan cara berfikir masyarakat. Mengapa demikian? Karena bahasa adalah hasil dari sebuah pemikiran. Seperti dikatakan Stephen R Covey, seorang pakar psikologi menyatakan, bahwa suatu ucapan (hasil bekerjanya lidah dan bibir) itu terlahir sebagai hasil dari proses berfikir (pikiran).
Seiring berjalannya waktu masyarakat Indonesia mengalami krisis berbahasa. Krisis berbahasa ini bukan timbul dengan sendirinya. Ada faktor-faktor yang menyebabkan sikaf negatif berbahasa ini terjadi. Faktor-faktor itu antara lain ;
1) Era globalisasi yang tidak terbendung yang menyebabkan bahasa terpengaruh secara global. Pengaruh global ini menyebabkan bahasa kehilangan identitasnya yang orisinil sebagai produk budaya.
2) Kemalasan berfikir sebagai sebuah karakter yang dihasilkan dari pengguna bahasa yang menggunakan bahasa “asal nyambung”.
3) Tuntutan dunia kerja menjadi salah satu faktor yang membuat pengguna bahasa Indonesia berlomba-lomba menguasai bahasa asing dan melupakan bahasa sendiri.
4) Sikap rendah diri sebagai anak bangsa dan cendrung bangga akan hal-hal berbau luar negeri merupakan salah satu faktor yang dalam berbahasa secara negatif.
5) Kemiskinan moral sebagai dampak dari kurangnya penanaman nilai-nilai pancasila.
Kelima faktor itu tentunya merupakan serangkaian masalah yang komplek. Artinya untuk menyelesaikan masalah itu diperlukan strategi yang matang dan terarah. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang unik, bahasa yang memiliki ciri khas dan identitas. Untuk itu secara bersama-sama kita harus bersama-sama membangun kembali bahasa yang Indonesia yang berciri khas dan beridentitas guna membangun karakter bangsa yang benar-benar menunjukkan kita sebagai sebuah bangsa beradab dan memiliki nilai-nilai yang luhur. Adapun faktor-faktor yang akan membuat kita menjadi bangsa yang berkarakter melalui penggunaan bahasa adalah dengan cara menamkan sikap positif berbahasa. Sikap positif berbahasa itu perlu dilakukan agar kita memiliki cerminan karakter bangsa melalui bahasa. Dengan sikap positif berbahasa karakter bangsa yang berbudi luhurpun akan terbentuk.
B). Ragam Bahasa
Selain terkenal akan banyaknya budaya, Indonesia juga terkenal akan ragam bahasanya. Ragam bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan dialek yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek, aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu sendiri. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang danargot, sering dianggap terkait dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai suatu variasi atau ragam tersendiri.
Jenis ragam bahasa
A). Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan antara lain:
1. Ragam Bahasa Undang-undang yaitu ragam bahasa yang digunakan pada undang-undang yang diberlakukan untuk hukum di Indonesia. Bahasa Indonesia dalam perundang-undangan pada dasarnya hanya merupakan salah satu ragam bahasa yang tidak banyak berbeda dengan ragam bahasa Indonesia yang lain. Yang membedakan ragam ini dengan ragam yang lain hanyalah terletak pada format penyajian yang khas dan pemakaian kata/istilah tertentu beserta terminologinya, sedangkan kaidah yang lain, yaitu kegramatikalan kalimat dan penulisannya tetap harus tunduk pada kaidah yang ada. Dengan kata lain, bahasa yang digunakan dalam perundang-undangan haruslah menggunakan ragam bahasa baku atau standar. Bahasa baku atau standar ialah bahasa yang dapat dijadikan acuan atau tolok ukur, baik dalam hal kegramatikalan kalimat--mencakup struktur kalimat serta bentuk dan pilihan kata--maupun dalam hal penulisannya.
Ciri Bahasa Perundang-undangan :
Meskipun hanyalah merupakan salah satu ragam bahasa yang tidak banyak berbeda dengan ragam bahasa Indonesia yang lain yang tetap tunduk pada kaidah tata bahasa (gramatika) bahasa Indonesia baku, ragam bahasa perundang-undangan lazimnya mempunyai beberapa ciri berikut, yaitu:
(a) pasal atau ayat harus diwujudkan dalam bentuk proposisi (kalimat pernyataan);
(b) satu pasal dapat terdiri atas beberapa ayat dan ayat-ayat dalam pasal itu harus merupakan satu kesatuan yang padu, padan, dan utuh;
(c) bahasa yang digunakan harus lugas, jelas, dan tidak taksa (ambigu atau bermakna ganda);
(d) kalimat yang digunakan harus merupakan kalimat yang efektif (unsur minimal kalimat [S-P] harus ada), baik efektif dalam hal struktur maupun dalam hal informasi; dan
(e) penuangan rumusan dalam perundang-undangan harus mengikuti kaidah dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Hal itu diperkuat dengan bunyi Bab III Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan, UU No 10 Tahun 2005 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut.
“Bahasa peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk kepada kaidah tata bahasa Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan maupun pengejaannya….”
2. Ragam Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh wartawan / jurnalis dalam menuliskan karya-karya jurnalistik, seperti surat kabar, majalah, atau tabloid. Bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dipahami oleh pembaca dengan ukuran intelektual minimal, sehingga mudah dipahami isinya. Namun demikian, bahasa jumalistik juga harus mengikuti kaidah-kaidah/norma-norma bahasa.
Bahasa jurnalistik memiliki ciri-ciri yang khas: singkat, padat. sederhana, lugas, menarik, lancar. dan jelas. Oleh karena itu, bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk bisa menampilkan semua informasi yang dibawanya kepada pembaca secepatnya atau bahasa yang lebih mengutamakan daya komunikasinya. Bahasa jurnalistik yang ditulis dalam bahasa Indonesia harus dapat dipahami oleh pembaca di seluruh Indonesia. Jika media massa menggunakan salah satu dialek tertentu, besar kemungkinannya tulisan dalam media massa tersebut tidak dapat dipahami oleh pembaca di seluruh nusantara. Oleh karena itu, bahasa Indonesia ragamjurnalistik juga dituntut kebakuannya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku.
3. Ragam Bahasa Ilmiah adalah penulisan yang mencakup segala kegiatan yang bersifat ilmiah. Dengan demikian, ranah penggunaan bahasa Indonesia ragam ilmiah mencakup penulisan berikut.
a). Laporan yang berbentuk naskah, seperti: artikel, makalah, laporan hasil penelitian, dan laporan yang berbentuk surat, seperti surat-surat resmi.
b). Skripsi, tesis, dan disertasi.
c). Laporan pekerjaan yang berbentuk surat, atau naskah.
d). Laporan pertanggungjawaban seperti: laporan kegiatan, laporan keuangan, dan laporan pemegang saham.
Ciri-ciri bahasa Indonesia ragam ilmiah pada dasarnya ada dua, yaitu ciri umum dan ciri khusus. Ciri umumnya adalah bahasa yang digunakan harus bersifat ilmiah, artinya sesuai dengan kaidah tata bahasa baku bahasa Indonesia. Ciri-ciri khususnya adalah cendekia, lugas, logis, jelas, ringkas, padat, formal, objektif, gagasan sebagai pangkal tolak, penggunaan istilah teknis, dan konsisten
4. Ragam bahasa sastra adalah ragam bahasa yang banyak menggunakan kalimat tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam imajinasi pembaca.
Ciri-ciri ragam bahasa sastra adalah menggunakan kalimat yang tidak efektif, menggunakan kalimat yang tidak baku, dan adanya rangkaian kata yang bermakna konotasi.
B). Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas:
1. Ragam Bahasa Lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
Ciri-ciri ragam bahasa lisan :
a. Memerlukan kehadiran orang lain
b. Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
c. Terikat ruang dan waktu
d. Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara
2. Ragam Bahasa Tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan dan kosakata. Dengan kata lain dengan ragam bahasa tulis, kita tuntut adanya kelengkapan unsur kata seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
a. Tidak memerlukan kehaduran orang lain
b. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c. Tidak terikat ruang dan waktu
d. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
C). Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibedakan menurut akrab tidaknya pembicara
1. Ragam Bahasa Resmi adalah ragam bahasa yang biasa digunakan dalam suasana resmi atau formal, misalnya surat dinas, pidato dan makalah atau karya tulis.
Ciri-cirin bahasa resmi :
a. Digunakan dalam situasi resmi
b. Nada berbicara yang cenderung datar
c. Kalimat yang digunakan kalimat lengkap
2. Ragam Bahasa Tidak Resmi adalah ragam bahasa yang biasa digunakan dalam suasana tidak resmi, misalnya surat pribadi dan surat untuk keluarga atau yang berbentuk lisan, contohnya dalam percakapan sehari-hari.
Ciri-ciri bahasa tidak resmi :
a. Digunakan dalam keadaaan tidak resmi
b. Sering menggunakan kalimat-kalimat yang tidak lengkap.
Selain ragam bahasa resmi dan tidak resmi masih ada ragam bahasa akrab, ragam bahasa agak resmi,ragam bahasa santai dll.
C). Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan Tanda Baca
1. Ejaan dan Kaidah Tata Tulis
Biasanya orang beranggapan bahwa ejaan berhubungan dengan melisankan. Hal ini terkait dengan makna kata mengeja (kata atau kalimat), yaitu menyebutkan huruf demi huruf pada kata atau kalimat itu. Sedangkan Kaidah bahasa merupakan aturan pemakaian bahasa agar bahasa itu tetap terpelihara dalam perkembangannya. Dalam berbahasa, kita harus mengikuti kaidah sehingga bahasa kita menjadi terpelihara dengan baik, sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Kaidah tata tulis terdiri dari :
A. Penulisan Huruf
1. Huruf Kapital : kapital seluruhnya dan kapital pada awal kata.
Huruf kapital seluruhnya digunakan untuk menuliskan :
• Judul-judul utama
• Judul-judul bab
• Judul kata pengantar, daftar isi, dan daftar pustaka.
Huruf kapital pada awal kata:
• Huruf pertama kata pada awal kalimat
• Huruf pertama petikan langsung
• Ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Contoh: Allah Yang Mahabesar, Quran
• Nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Contoh: Sultan Hasanuddin
• Unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, instansi, atau tempat. Contoh: Gubernur Sulawesi Selatan, Menteri Kesehatan
• Nama bangsa, suku, bahasa, dan geografi. Contoh: bangsa Indonesia, bahasa Indonesia, suku Bugis
• Nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Contoh: Bulan Februari, Perang Dunia I
• Unsur-unsur nama orang, negara, lembaga, organisasi, dan dokumen resmi. Contoh: Sahrukh Khan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
• Unsur singkatan nama gelar. Contoh: S. H; Prof.
• Kata penunjuk hubungan kekerabatan yang dipakai dalam penyapaan. Contoh: Anda, Nyonya, Bapak, Ibu
2. Huruf miring
• Menuliskan judul buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh: majalah Kulit dan Kesehatan, buku Pintar Berbahasa Inggris
• Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Huruf pertama dalam kata ilmu adalah i
• Menuliskan nama ilmiah, ungkapan, atau istilah asing/daerah. Contoh: Dange adalah makanan khas dari Pangkep
B. Penulisan Kata
1. Kata dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis terpisah dari unsur yang lain. Contoh : Ibu masak sayur.
2. Imbuhan
• Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Contoh: dicari, menulis, panggilan.
• Jika bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat imbuhan (awalan atau akhiran), ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahulinya. Bertanggung jawab, berpangku tangan.
• Jika bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat imbuhan (awalan dan akhiran sekaligus) unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh: pertanggungjawaban, ketatanegaraan.
• Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai sebagai kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh: biofisika, agrobisnis.
3. Bentuk ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Contoh: lari-lari, main-main.
4. Gabungan kata
• Gabungan kata yang biasa disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Contoh: Tanggung jawab, gotong royong, perdana menteri.
• Gabungan kata yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan menggunakan tanda hubung. Contoh: guru baru-datang.
• Gabungan kata yang sudah dianggap satu kata ditulis serangkai. Contoh: matahari, bagaimana, saputangan.
5. Kata ganti –ku, kau-, -mu, -nya
Ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau mendahuluinya. Contoh: pulpenku, bukumu, semua barang milikku dapat kauambil.
6. Kata depan di, ke, dan dari
Ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh: di taman, ke rumah, dari sekolah.
7. Kata si dan sang
Ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh: si penerima.
8. Partikel
• Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: siapakah pemilik rumah ini?, terimalah uang ini!, apatah gunanya bersedih hati.
• Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Contoh: Ia pun telah berlalu.
• Partikel per ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahuluinya atau mengikutinya. Contoh: harga bahan makanan naik satu per satu.
9. Singkatan
Bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih
• Singkatan nama orang, gelar, jabatan, diikuti dengan tanda titik. Contoh: Prof. Dr. A. Suratman M. Sc
• Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, dan dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak menggunakan tanda titik. Contoh: MK (Mahkamah Konstitusi)
• Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Contoh: sda., dsb., dll.
• Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Contoh: Ka (Kalium), cm, kg.
10. Akronim
Singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
• Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Contoh: PAN (Partai Amanat Nasional.
• Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital. Golkar (Golongan Karya)
• Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Contoh: pemilu.
11. Angka dan lambang bilangan
Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor dan untuk menyatakan ukuran panjang, berat, dan isi.
• Penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian. Contoh: dua belas, lima puluh.
• Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf.
C. Pemakaian Tanda Baca
1. Tanda Titik
• Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
• Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar
• Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu
• Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu
• Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
2. Tanda koma
• Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan
• Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau sedangkan
• Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat mendahului induk kalimat
• Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya
• Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya membatasi
3. Tanda tikik koma
• Dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara
• Dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk
4. Tanda titik dua
• Dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian
• Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian
• Dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan
• Dipakai diantara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat dalam kitab suci, di antara judul dan anak judul suatu karangan ,serta nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan (daftar pusataka)
5. Tanda hubung
• Menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris
• Menyambung unsur-unsur kata ulang
• Menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal
• Merangkaikan se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, ke- dengan angka, angka dengan –an , singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan,dan nama jabatan rangkap
• Merangkaian unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing
6. Tanda pisah
• Membatasi penyisihan kata atau yang kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat
• Menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas
• Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti’sampai ke‘ atau’sampai dengan’
7. Tanda elipsis
• Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus
• Menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan
8. Tanda tanya
• Dipakai pada akhir kalimat tanya
• Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diasingkan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya
9. Tanda seru
Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat
10. Tanda kurung
• Mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan
• Mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan
11. Tanda kurung siku
• Mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain
• Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung
12. Tanda petik
• Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain
• Mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat
• Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus
13. Tanda petik tunggal
• Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain
• Mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing
14. Tanda garis miring
• Dipakai dalam nomor surat dan nomor pada kalimat dan penanda masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim
• Dipakai sebagai pengganti kata dan atau tiap
15. Tanda penyingkat atau apostrof
Menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun
Sumber Bab Peranan dan fungsi bahasa Indonesia :
Sumber Bab Ragam Bahasa :
Sumber Bab Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan Tanda Baca :
0 Response to "Tugas Softskil bulan 1"
Posting Komentar